Baitullah : Rindu yang tak pernah padam

Baitullah : Rindu yang tak pernah padam
Baitullah : Rindu yang tak akan padam hingga ke akhirku...

Tuesday, January 31, 2012

Kobaran Jihad Perang Yamamah

(Arrahmah.com) – Ibnu Katsir membawakan kisah matinya Musailamah Al-Kadzdzab [1] -semoga Allah melaknatnya- pada Perang Yamamah.
Ketika pasukan muslimin dan pasukan Musailamah Al-Kadzdzab berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada pengikutnya, “Hari ini adalah hari kecemburuan. Jika kalian kalah pada hari ini maka isteri-isteri kalian akan menjadi tawanan dan mereka akan menjadi hamba. Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” [2]
Pasukan muslimin terus maju hingga Khalid naik ke tanah yang lebih tinggi dari Yamamah. Kemudian beliau membahagi pasukannya.
Bendera kaum Muhajirin dipegang oleh Salim maula Abu Hudzaifah. Bendera kaum Ansar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas, sedangkan kabilah Arab yang lain menggunakan bendera sendiri.
Kemudian pasukan kaum muslimin dan orang-orang kafir saling bertempur. Terjadilah pertempuran. Pasukan muslimin dari kabilah Arab yang lain dapat dikalahkan. Kemudian para sahabat saling menegur sesama mereka.
Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Sungguh amat jelek kebiasaan yang kalian berikan kepada rakan kalian.”
Lalu terdengarlah seruan dari segala arah, “Berikanlah jalan keluar kepada kita, wahai Khalid.”
Setelah itu, kelompok Muhajirin dan Ansar masing-masing membentuk kelompok sendiri, juga Al-Barra’ bin Ma’rur. Dahulu, bila ia melihat perang maka ia akan gemetar. Lalu ia akan duduk di atas tunggangannya hingga kencing di seluarnya. Kemudian ia akan menerjang seperti singa.
Adapun Bani Hanifah menjalani pertempuran ini dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Karena itu, para sahabat saling memberikan wasiat di antara sesama mereka. Para sahabat mengatakan, “Wahai penghafal surat Al-Baqarah, hari ini saatnya pahlawan waktu sahur.”
Tsabit bin Qais membuat lubang untuk menanam kedua kakinya di bumi hingga setengah betis setelah ia menyapu ubat pengawet mayat dan mengenakan kafan, dalam keadaan ia memegang panji kaum Ansar. Ia masih terus bertahan hingga terbunuh di lubang itu.
Kaum Muhajrin mengatakan kepada Salim maula Abu Hudzaifah, “Apakah kamu khawatir kita akan ditimpa kekalahan kerana dirimu?” Lalu Salim mengatakan, “Kalau seperti itu yang terjadi maka akulah sejelek-jelek pembawa Al-Quran.”
Zaid bin Al-Khaththab berkata, “Wahai sekalian kaum muslimin, gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Teruslah, tebaskan pedang ke arah musuh-musuhmu! Teruslah maju! Demi Allah, aku tidak akan bicara lagi setelah ini hingga Allah mengalahkan mereka, atau aku berjumpa dengan-Nya, lalu aku akan mengajak-Nya bicara dengan alasan-alasanku.” Kemudian ia gugur sebagai syahid, semoga Allah meridhainya.
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai penghafal Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan.” Lalu ia terus maju ke tengah pasukan musuh hingga gugur, semoga Allah meredhainya.
Khalid bin Al-Walid terus menyerang hingga melepasi pasukan musuh dan menuju ke arah Musailamah. Ia senantiasa mengintai untuk dapat mencapai Musailamah agar dapat membunuhnya. Kemudian ia berbalik dan berdiri di antara dua pasukan. Dia mencabar musuh dan mengatakan, “Aku adalah putra Al-Walid. Aku adalah putra ‘Amir dan Zaid.”
Kemudian ia mengumandangkan semboyan-semboyan kaum muslimin. Mulalilah ia membunuh setiap pasukan musuh yang berlawan dengannya. Ia juga akan melumat semua musuh yang menghampiri kepadanya. Pasukan muslimin mulai menguasai keadaan. Lalu ia mendekati Musailamah dan menawarkan untuk kembali kepada kebenaran. Akan tetapi, syaitan yang ada pada diri Musailamah terus membisik, sehingga Musailamah tidak mahu menerima tawaran apa pun. Setiap kali Musailamah mencuba melakukan pendekatan, syaitan yang ada padanya selalu  memalingkannya. Setelah itu, Khalid meninggalkan Musailamah.
Sebelumnya, Khalid telah membahagi pasukan Muhajirin dan Ansar. Khalid memisahkan kedua pasukan ini dari pasukan muslimin yang berasal dari kabilah Arab yang lain. Beliau juga memisahkan pasukan berdasarkan keturunannya masing-masing. Sehingga setiap pasukan berperang di bawah bendera komando keturunannya. Dengan cara seperti itu, maka akan segera diketahui dari bahagian pasukan yang mana kekalahan menimpa mereka. Sedangkan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih terus bersabar menghadapi keadaan yang sangat genting ini. Mereka sedang berdepan kobaran perang yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa maju menerjang leher-leher musuh, hingga Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Orang-orang kafir pun lari tunggang langgang. Namun para sahabat masih terus memerangi sisa pasukan musuh dan menebaskan pedang ke leher-leher mereka. Para sahabat berhasil mendesak pasukan Musailamah di kebun kematian. Hakim Yamamah, yaitu Muhkam bin Ath-Thufail -semoga Allah melaknatnya- telah memberikan isyarat agar pasukan Musailamah memasukinya.
Lalu pasukan Musailamah masuk ke kebun kematian, dan di dalamnya ada musuh Allah, Musailamah. Abdurrahman bin Abu Bakar berjaya mendekati Ath-Thufail dan memanahnya sampai mengenai leher Muhkam dalam keadaan ia sedang berceramah. Abdurrahman berjaya membunuh Muhkam.
Orang-orang Bani Hanifah menutup pintu kebun, namun para sahabat terus mengepung mereka.
Al-Barra’ bin Malik mengatakan, “Wahai pasukan muslimin, lemparkan aku ke arah pasukan musuh di dalam kebun.”
Kemudian, pasukan muslimin menempatkannya di atas perisai, dan mengangkatnya dengan tombak hingga dapat melemparkannya ke arah pasukan musuh melintasi pagar. Al-Barra’ senantiasa memerangi pasukan Musailamah yang berada di dekat pintu, hingga Al-Barra’ berjaya membuka pintu tersebut. Kemudian pasukan kaum muslimin masuk ke dalam kebun, baik melalui atas pagar maupun memecah masuk pintu-pintunya.
Pasukan muslimin terus memerangi orang-orang murtad yang ada di dalam kebun dari kalangan penduduk Yamamah. Kemudian pasukan Islam berjaya menuju ke arah Musailamah -semoga Allah terus melaknatnya-. Ketika itu, ia sedang berdiri di atas pagar yang retak seakan ia adalah unta yang berwarna abu-abu.
Musailamah ingin bersandar karena ia tidak dapat menahan marah. Apabila syaitan dalam diri Musailamah meninggalkannya, keluar buih dari pelipisnya. Lalu Wahsyi bin Harb,maula Jubair bin Muth’im, mendekati Musailamah dan melemparnya dengan tombak kecil. Tombak itu tepat mengenai Musailamah dan tembus pada sisi tubuh yang lain. Abu Dujanah Simak bin Khirasyah bersegera menuju Musailamah dan menebaskan pedang. Musailamah akhirnya tersungkur tewas.
Seorang perempuan berteriak dari arah gedung, “Pimpinan Wadha`ah telah dibunuh oleh seorang budak hitam.”
Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di dalam kebun dan di medan perang mendekati angka 10,000 nyawa, dan ada yang mengatakan 21,000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang syahid berjumlah 600 orang, dan ada yang mengatakan 500 orang. Wallahu a’lam.
***
Disadur dari sebuah buku terjemahan yang berjudul “Kisah Kepahlawanan Para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum”, seri 2, cetakan pertama (Jumadil Akhir 1429 H/Juli 2008 M), penerbit: Hikmah Anak Sholih (HAS), Yogyakarta.
***
Catatan kaki :
[1] “Al-Kadzdzab” artinya pembohong besar (pendusta). Musailamah diberi gelar “Al-Kadzdzab” karena sepeninggalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Musailamah mengaku sebagai seorang nabi. Padahal telah terdapat dalil-dalil sahih yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelah beliau.
- Firman Allah Ta’ala,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapidia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab [33]: 40)
- Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, “Aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi sesudahku.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan sanad shahih menurut Muslim)
[2] Ucapan penyemangat ini menunjukkan cita-cita Musailamah yang rendah dan hina, karena di dalamnya dia menyemangati pasukannya untuk berperang bukan untuk Allah tetapi untuk dunia, sebagaimana pada akhir ucapan Musailamah ini, “Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” Adapun kaum muslimin berperang untuk Allah, di jalan Allah, dan dengan pertolongan Allah lah kaum muslimin memperoleh kemenangan.

Sunday, January 22, 2012

Pendusta Yang Menyampaikan Kebenaran

Tugas sebagai petugas ronda menjaga kumpulan zakat yang sudah dibayarkan kaum Muslimin sebelum dibahagikan kepada para mustahiq diserahkan kepada Abu Hurairah ra. Tugas mulia itu Abu Hurairah terima dengan penuh semangat, tidak ada tawar-menawar apalagi penolakan. Seperti tak kenal lelah Abu Hurairah mengawasi setiap sudut tumpukan makanan itu. Hingga larut malam ia tetap berjaga. 
Dalam keheningan malam itu, Abu Hurairah diserang rasa ngantuk yang tak tertahankan. Antara sedar berjaga dan rasa mengantuk itulah Abu Hurairah dikejutkan oleh suara seseorang yang mendekati tumpukan makanan itu. Dengan hati-hati Abu Hurairah memastikan mengamati orang itu. Dan dengan pantas Abu Hurairah berhasil menangkapnya. “Siapa kamu?” tanya Abu Hurairah menyiasat. “Saya orang miskin, punya banyak anak dan tanggungan, kasihani kami, Tuan”. Pencuri itu menghiba untuk dimaafkan dan dilepaskan. Mendengar permintaan maaf pencuri yang menghiba itu, Abu Hurairah melepaskannya, setelah berjanji bahwa ia tidak akan mencuri lagi. 
Keesokan harinya Rasulullah saw menelitii tugas yang diberikan kepada Abu Hurairah itu. “Apa yang engkau alami semalam?” tanya Nabi kepada Abu Hurairah. Dan Abu Hurairah menceritakan pengalamannya menangkap pencuri, tetapi pencuri itu menghiba meminta belas kasihan karena memiliki banyak anak, maka Abu Hurairah melepaskannya. Rasulullah saw menegaskan: “Pasti nanti malam ia akan datang kembali”. Rasulullah saw berpesan kepada Abu Hurairah agar berjaga dengan baik pada malam kedua. 
 Malam kedua Abu Hurairah kembali berjaga. Seperti malam sebelumnya, ia mengamati setiap sudut tumpukan makanan itu berada. Tetapi rasa mengantuk tidak mampu di lawan ketika larut malam datang. Dan ketika Abu Hurairah mengantuk itulah pencuri itu datang kembali, hendak mengambil makanan zakat itu. Naluri Abu Hurairah yang segera terjaga dan menangkap kembali pencuri itu dan mengancam akan membawanya ke hadapan Rasulullah saw.  
 Seperti malam sebelumnya, pencuri itupun menghiba meminta belas kasihan kepada Abu Hurairah. Ia mengeluhkan dirinya yang miskin dan memiliki banyak tanggungan, meminta jangan ditangkap dan dilepaskan saja. Karena memang tertangkap dan tidak ada barang yang dicuri, maka Abu Hurairah kembali terketuk hatinya dan membebaskan pencuri itu. 
 Keesokan harinya Rasulullah saw kembali bertanyakan pekerjaan Abu Hurairah. ‘’Apa kejadian yang kamu alami tadi malam?’’ tanya Rasulullah. Abu Hurairah menceritakan pengalamannya malam itu. Seperti yang telah Rasulullah nyatakan hari kemarin. Pencuri itu kembali datang. Dan ketika ditangkap pencuri itupun kembali menghiba, meminta belas kasihan karena dia orang miskin dan memiliki banyak tanggungan, dan Abu Hurairah pun melepaskannya. 
 Begitulah Rasulullah saw mengikuti perkembangan tugas yang telah diamanahkannya kepada salah seorang sahabatnya. Penugasan dan keprihatinan adalah cara kerja yang telah Rasulullah saw sejak dahulu kala. Rasulullah saw kembali mengingatkan kepada Abu Hurairah bahawa pencuri itu pasti akan datang lagi. Sikap Abu Hurairah yang tidak kejam dan banyak berbelas kasihan itu tentu tidak manakutkan bagi pencuri. Penjaga yang baik hati dan mudah memaafkan. 
 Malam ketiga kembali Abu Hurairah ronda, menjaga tumpukan makanan zakat yang telah terkumupul itu. Setiap sudut diawasinya dengan seksama. Larut malam menjelang rasa mengantuk kembali menyerang. Dalam keadaan mengantuk itulah kembali pencuri itu datang hendak mengambil makanan zakat itu, dan dengan pantas Abu Hurairah bangun tejaga. ‘’Kamu lagi, datang lagi, mencuri lagi, kali tidak akan aku lepaskan, akan aku bawa kamu menghadap Rasulullah saw,’’  kata Abu Hurairah kepada pencuri itu.
Kembali pencuri menghiba meminta belas kasihan agar dilepaskan dan tidak dibawa menghadap Rasulullah. Karena sudah yang ketiga kali, Abu Hurairah tidak mengabulkan permohonan itu. Ia tahan pencuri itu, untuk dibawa menghadap Rasulullah esok hari. Menunggu fajar tiba terjadilah perbincangan antara Abu Hurairah dan pencuri itu.Pribadi Abu Hurairah yang menyukai ilmu pengetahuan terkuak oleh pencuri itu, sehingga pencuri itu menyampaikan pelajaran kepada Abu Hurairah, ‘’Jika ingin bisa tidur tanpa ada gangguan syaitan maka bacalah ayat kursi Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya‘’
Pelajaran ternyata dapat melunakkan hati Abu Hurairah, dan kembali Abu Hurairah melepaskan pencuri itu setelah memberikan pelajaran berharga baginya. Keesokan harinya kembali Rasulullah saw bertanyakan pekerjaan Abu Hurairah. ‘’Apa yang terjadi tadi malam?’’  Abu Hurairah menjawab, ‘’Pencuri itu mengajarkan sesuatu yang berguna, maka saya lepaskan ia.’’
Nabi bertanya kepada Abu Hurairah, ”Apa yang telah ia ajarkan kepadamu ?’’ jawab Abu Hurairah, ‘’Ia mengajariku jika kamu ingin tidur maka bacalah ayat kursi, sampai selesai, maka kamu akan senantiasa mendapatkan penjagaan Allah dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi’’.Setelah mendapatkan penjelasan dari Abu Hurairah Nabi bersabda: “Ama shadaqaka wahuwa kadzuub(yang ia sampaikan itu benar, padahal ia adalah pendusta), tahukah kamu siapa yang kamu tangkap tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Saya tidak tahu,” jawab Abu Hurairah.
Rasulullah mengatakan, “Dia itu syaitan.”Begitulah Rasulullah saw memberikan penilaian objektif terhadap syaitan. Kejujuran syaitan tidak membuat Rasulullah terpedaya lalu menganggapnya sebagai makhluk baik yang telah berubah baik tidak lagi jadi musuh. Tetapi tabiat pendusta dan status musuhnya itu tidak membuat Rasulullah saw menafikan kebenaran yang disampaikannya. Ama shadaqaka wahuwa kadzuub (yang ia sampaikan itu benar, padahal ia adalah pendusta). -sumber sabili.com

Friday, January 20, 2012

Ustaz Azhar Nak Tambah Kuota: Sempoi ! (Rilek Jap)



hehehe...high taste la ustaz soghang ni....

Khabab bin Arats : Syurga Untuknya

Dia adalah seorang budak sahaya. Bekerja sebagai pandai besi yang ahli membuat pedang dan senjata tajam tersohor sampai ke negeri  tetangga  kota Mekkah. Dialah Khabab bin Arats termasuk salah seorang sahabat yang paling awal memeluk Islam.  Semenjak hari pertama keislamannya di Mekkah, hampir tak ada hari yang dilalui Khabab bin Arts tanpa kesakitan dan penyiksaan. Statusnya sebagai budak seorang wanita musyrik, Ummu Anmar, membuat posisinya sangat sulit dan memprihatinkan. Ummu Anmar memperlakukannya sangat buruk dan kejam. Kepalanya pernah ditusuk dengan besi yang dipanaskan.

Suatu hari datanglah serombongan orang musyrik menuju rumah Khabab bin Arats untuk menanyakan pesanan pedang  mereka  kepada Khabab.  Kebetulan khabab tidak berada di rumah.  Mereka menunggu agak lama. Beberapa saat kemudian muncullah Khabab  dengan wajah terlihat senyuman tanda sukacita. Khabab menyapa para tamunya.  Mereka bertanya  : Apakah sudah engkau selesaikan pedang pesanan kami?”  Khabab tidak menjawab, namun ia bergumam ”sungguh sangat menakjubkan keadaan ini,''  seolah-olah ia berbicara sendiri,  dan para tamunya merasa keheranan melihat kelakuan Khabab :
"Hai Khabab keadaan apa yang kamu maksudkan,  yang kami tanyakan apakah pedang kami sudah selesai kamu buat? Dengan pandangan menerawang seolah mimpi, Khabab lalu bertanya apakah kalian sudah melihatnya? Apakah juga kalian sudah pernah mendengar ucapannya? 

Ternyata yang dimaksud Khabab adalah Rasulullah Muhammad Saw.  Maka marahlah  para tamunya. Mereka  kemudian menyiksa dan menganiaya Khabab sampai berdarah-darah hingga  pengsan. Ketika siuman Khabab tidak mendapati lagi orang-orang yang menyiksanya dan ia pun mengubati lukanya  sendiri. Penyiksaan itu  berulang ulang terjadi, dan bukan hanya menimpa dirinya saja tapi juga sahabat-sahabatnya yang lain.      
    
Khabab datang menemui Rasulullah Saw. yang sedang beribadah di Ka'bah. Ia mengadukan ketidakmampuannya menghadapi penyiksaan yang bertubi-tubi : "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran?! Lalu mengapa Allah tidak segera memberikan kemenangan? Khabab mendesak Rasulullah untuk segera berdo'a kepada Allah, meminta kemenangan.
Mendengar keluhan Khabab, wajah Rasulullah memerah, beliau berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman sebelum kalian, ada yang ditanam hidup-hidup separuh badannya, lalu kepalanya digergaji hingga terbelah menjadi dua bagian. Ada pula yang disisir kepalanya dengan sisir besi yang dipanggang dengan api, hingga tulang dan otot kepala mereka kelihatan, tapi hal itu tidak membuat mereka meninggalkan agama dan keyakinannya. Demi Allah, sungguh akan datang suatu masa di mana para pengendara bisa berjalan dari Shan'a ke Hadramaut, tidak merasakan takut selain pada Allah dan serigala yang akan menerkam gembalaannya, tapi kalian tergesa-gesa."

Mendengar ucapan Rasulullah Saw, keimanan Khabab dan sahabat-sahabat lainya makin teguh dan masing-masing berikrar untuk membuktikan kepada Allah dan Rasulnya. Pada suatu hari Rasulullah Saw lewat dihadapan Khabab yang  sedang  disiksa dengan besi panas yang ditaruh diatas kepalanya,  membakar dan menghanguskannya. Kalbu Rasulullah menjadi pilu dan hiba hati.  Pada saat itu jumlah musuh sangat banyak dan Rasul pun tidak dapat berbuat banyak dan hanya mampu berdo'a ''Ya Allah limpahkanlah pertolonganmu kepada Khabab!'' dan do'a Rasulullah pun terkabul, Ummu Anmar mendapatkan balasan penyakit panas yang aneh dan mengerikan, melonglong seperti anjing yang kepanasan yang obatnya hanya dengan diseterika sampai akhir hayatnya penyakit itu tidak pernah sembuh.

Akhir Wafatnya
Ketika Khabab sedang sakit  mendekati ajal, banyak para sahabat yang menengoknya. Khabab melihat pada kain kafan yang telah disediakan untuknya.  Kain kafan itu mewah dan berlebihan.  Khabab kemudian menangis seraya berkata, ''lihatlah ini kain kafanku yang sangat berlebihan dan mewah, bukankah kain kafan Hamzah bin Abdul Mutholib sebagai syuhada Uhud hanyalah burdah berwarna abu-abu yang apabila ditarik ke bawah kepalanya kelihatan dan apabila ditarik ke atas kakinya kelihatan,'' dan ia pun meminta nanti apabila wafat dikafani kain biasa saja,''

Khabab bin Arats akhirnya Wafat di tahun ke 37 H dengan meninggalkan pelajaran yang sangat berharga sebagai sahabat yang memiliki banyak penderitaan dan kesengsaraan hidup di dunia tapi Allah Swt membayarnya dengan kesenangan di akhirat,  Syurga!

Thursday, January 19, 2012

Ummul Salamah : Isteri Nabi Yang Bijaksana

Ummu Salamah atau Umul Mukminin Hindun binti Abu Umayyah terkenal dengan nama Zaad Ar-Rukb bin Al Mughairah bin Abdullah bin Amru bin Makhzum. Ia adalah istri Abdullah bin Abdul Asad Al Makhzumi, saudara sepersusuan Nabi yang disusui oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab.

Abdullah bin Abdul Asad dan isterinya termasuk sahabat yang pertama kali masuk Islam. Dialah yang pertama kali hijrah ke Habsyah bersama isterinya, kemudian disusul oleh Utsman bin Affan dan isterinya (Ruqayyah binti Muhammad SAW), kemudian disusul Abdurrahman bin Auf, Mush’ab bin Umair, dan serterusnya. Di Habsyah, Ummu Salamah melahirkan Zainab.

Setelah Abu Salamah bertekad bulat untuk hijrah ke Yatsrib, ia membawa Isteri dan anaknya. Ketika ia sedang menuntun untanya, beberapa laki-laki bani Mughirah melihatnya, dan mereka menghampirinya seraya berkata kepadanya, “Mengapa kalian hanya mementingkan diri sendiri tanpa mempedulikan kepentingan kami? Atas dasar apa kami biarkan kamu hijrah meninggalkan negeri kami?”

Mereka lalu melepas tali kekang unta yang dipegang Abu Salamah dan membawa Ummu Salamah. Melihat kejadian ini, keluarga Abu Salamah tidak mau terima. Mereka tersinggung atas perlakuan anggota keluarga Ummu Salamah (bani Al Mughirah). Mereka pun menahan anak Abu Salamah dan berkata, “Demi Allah, kami tidak bisa membiarkan salah seorang anggota kami (Abu Salamah) hidup bersama wanita yang mereka ambil secara paksa.”

Sementara Salamah ditahan oleh keluarga Abu Salamah, Ummu Salamah pun ditahan oleh keluarganya, sedangkan Abu Salamah hijrah sendirian ke Madinah, dan dialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah.

Ummu Salamah hanya dapat pergi ke tengah padang pasir setiap paginya dan menangis semahu-mahunya hingga petang hari. Demikianlah yang dia lakukan sehari-hari selama hampir setahun.

Melihat keadaannya, salah seorang kerabatnya –lelaki dari keturunan bapa saudaranya- merasa kasihan kepadanya, maka ia berkata kepada bani Al Mughirah, “Mengapa kalian tidak membebaskan wanita malang ini? Kalian telah memisahkannya dari anak dan suaminya.”

Mereka pun menjadi simpati kepada Ummu Salamah dan berkata kepadanya, “Jika engkau mau, maka susullah suamimu.”

Luka Abu Salamah

Pada perang Uhud, Abu Salamah terluka pada bahagian lengan atasnya karena terpanah oleh salah seorang pasukan musyrik. Ia memang tetap bersama Nabi SAW pada saat pasukan muslim kocar-kacir. Ia pun berbaring selama satu bulan hingga keadaannya pulih.

Abu Salamah lalu berdoa, “Ya Allah, anugerahkanlah untuk Ummu Salamah seorang laki-laki yang lebih baik dariku, yang tidak akan menyusahkannya dan tidak pula menyakitinya.” Abu Salamah meninggal pada tanggal 3 Jumadil Akhir 3 H.

Setelah  ditinggal mati suaminya, Nabi SAW menemui Ummu Salamah untuk menghiburnya. Beliau pun bersabda, “Ya Allah, hilangkanlah kesedihannya, ringankanlah musibahnya, dan gantilah ia dengan yang lebih baik darinya.”

Setelah iddahnya selesai, Abu Bakar RA datang melamar Ummu Salamah,  akan tetapi lamaran tersebut ditolaknya. Demikian pula  Umar RA datang melamarnya. Namun ketika Nabi SAW mengutus seseorang untuk melamarnya, ia langsung setuju. Demikianlah, Allah telah mengganti untuknya dengan orang yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu pemimpin bani Adam, Muhammad SAW.

Nabi Mangikuti Saran Ummu Salamah

Pada masa perjanjian Hudaibiyah,  karena tidak ada seorang pun yang mau mengikuti perintah Rasulullah untuk menyembelih hewan kurban,   maka Rasulullah masuk ke rumah Ummu Salamah dalam keadaan marah, lalu langsung berbaring. Ummu Salamah lalu bertanya kepada beliau, “Ada apa wahai Rasulullah?”

Ummu Salamah  bertanya  berkali-kali, akan tetapi sama sekali tidak dijawab oleh Nabi. Akhirnya Nabi bersabda, “Celakalah orang-orang Islam, aku telah memerintahkan mereka untuk menyembelih Kurban dan bercukur, akan tetapi mereka tidak melakukannya.”

Ummu Salamah terkenal wanita bijak, berkata, “Ya Rasulullah, janganlah engkau cela mereka, karena saat ini mereka sedang bingung tentang masalah perjanjian dan  karena kepulangan mereka  tanpa disertai kemenangan. “Wahai Nabi Allah, keluarlah dan jangan bicara dengan siapa pun. Sembelihlah Kurban dan cukurlah rambutmu.”

Nabi kemudian mengikuti saranan Ummu Salamah. Tanpa berbicara dengan seorang pun beliau melaksanakan saran tersebut.. Beliau menyembelih seekor unta dengan mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahiim, Allahu Akbar.” Beliau lalu memerintahkan para sahabatnya untuk kembali ke Madinah.

Ahli Bait

Suatu hari, ketika Nabi SAW bersama Ummu Salamah dan puterinya (Zainab), Fatimah RA datang dengan membawa dua orang putranya (Hasan dan Husain). Beliau pun langsung memeluk keduanya seraya bersabda, “Rahmat Allah dan Berkah-Nya semoga tetap terlimpahkan pada kalian, wahai Ahli Bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji dan Maha Agung.”

Mendengar itu, Ummu Salamah menangis. Beliau pun menoleh kepadanya seraya berkata, “Apakah yang membuatmu menangis?” Ummu Salamah menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau mengkhususkan mereka dan membiarkanku beserta puteriku.” Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya engkau dan puterimu termasuk Ahli Bait.”

Ummul Mukminin Ummu Salamah meninggal pada tahun 59 H, yaitu pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Dia adalah isteri Nabi yang terakhir kali meninggal. Ketika itu ia berusia 84 tahun. Abu Hurairah ra mensolatinya. Beliau dikuburkan di pemakaman Baqi’.

 

Saturday, January 14, 2012

Orang-orang ‘Aneh

Aneh.......kita masih banyak ketawa...  walaupun sedar  mati itu pasti

Allah SWT berfirman (yang artinya): …Di bawahnya ada harta simpanan bagi mereka berdua, sementara ayahnya adalah seorang yang soleh (TQS al-Kahfi [18]: 82).
Dalam sebuah riwayat, saat menafsirkan ayat di atas, Utsman bin Affan berkata, bahwa harta simpanan yang dimaksudkan adalah sebuah lempengan  yang dibuat dari emas, yang tertulis padanya (firman Allah SWT):
Aku hairan terhadap orang yang memahami kematian, sementara ia banyak tertawa. Aku hairan terhadap orang yang memahami bahawa dunia ini fana, sementara ia terus disebokkan oleh dunia itu. Aku hairan terhadap orang yang memahami bahawa berbagai perkara telah ditetapkan sesuai takdir-Nya, sementara ia bersedih atas hilangnya perkara-perkara itu. Aku hairan terhadap orang yang mengetahui adanya Hari Perhitungan, sementara ia terus mengumpul-ngumpulkan harta. Aku hairan terhadap orang yang mengetahui adanya api neraka, sementara ia terus berbuat dosa. Aku hairan terhadap orang yang mengetahui adanya surga, sementara ia malah banyak berleka-leka. Aku hairan terhadap orang yang memahami bahawa syaitan itu musuhnya, sementara ia malah selalu menaatinya (An-Nawawi al-Jawi, Nasha’ih al-‘Ibad, 51)".
Riwayat senada dituturkan oleh al-Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib, dari Baginda Rasulullah SAW, bahwa harta simpanan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah lempengan emas yang tertulis padanya (firman Allah SWT):
Tidak ada tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Sungguh aneh orang yang memahami kematian itu pasti, lalu bagaimana mungkin ia banyak berleka-leka. Sungguh aneh orang yang memahami bahwa neraka itu benar adanya, tetapi bagaimana mungkin dia banyak tertawa. Sungguh aneh orang yang memahami bahawa takdir (qadha’) itu adalah benar, lalu bagaimana mungkin dia banyak bersedih. Sungguh aneh orang yang melihat dunia dari waktu ke waktu (bahwa dunia itu fana), lalu bagaimana ia merasa tenteram dengan dunia itu (Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman)".
Penuturan senada juga diriwayatkan oleh Abu Hatim, Ibn al-Mardawaih dan al-Bazzar dari Abu Dzarr al-Ghifari; juga oleh al-Khara’ithi dan Ibn ‘Asakir dari Ibn ‘Abbas ra (Lihat: as-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsur, VI/388)
Ada beberapa ibrah (pelajaran) dari hadith di atas. Pertama:  hadith di atas menegaskan bahwa banyak manusia yang perilakunya sering tidak sesuai dengan pemahamannya. Inilah di antara ciri orang-orang yang berlaku nifaqKedua: boleh jadi ketidaksesuaian perilaku manusia dengan pemahamannya karena ia termasuk orang-orang yang lalai atau terlalaikan. Inilah antara lain ciri dari orang-orang yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Alquran sebagai al-ghafil[un].
Berkaitan dengan itu, setiap Muslim, misalnya, pasti meyakini kepastian bakal datangnya kematian. Namun, banyak dari mereka seolah tidak mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian itu, yakni saat ia menghadap kepada Allah SWT. Di sinilah pentingnya kita bukan hanya memahami kematian itu, tetapi juga perlu sering mengingat mati. Sebab, orang yang banyak mengingat mati biasanya akan banyak mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian itu. Nabi SAW bersabda, ”Orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat mati dan yang paling banyak mempersiapkan diri (menghadapi kematian itu).”(Harits bin Abi Usamah, II/998).
Lalu berkaitan dengan dunia (harta), meski setiap Muslim memahami bahwa dunia dan harta itu fana, banyak di antara mereka  menghabiskan sebahagian besar waktunya untuk mengejar dunia (harta) hingga melupakan Allah SWT. Padahal sudah jelas, meski seseorang hartanya banyak, semua itu tak akan pernah ia bawa saat ia masuk ke liang lahat.
Kemudian tentang takdir ataupun qadha’ juga sudah jelas. Semua ketetapan Allah SWT ini mesti diyakini oleh setiap Muslim. Seorang Muslim, misalnya, harus menyedari, bahwa apa yang memang sudah ditakdirkan Allah SWT sebagai rezekinya, pasti akan ia raih. Ia pun mesti memahami, bahawa musibah yang telah ditakdirkan Allah SWT menimpa dirinya pasti tak akan pernah dapat ia tolak. Karena itu, memang tak selayaknya ia larut dalam penyesalan dan kesedihan saat ditimpa suatu musibah.
Lalu berkaitan syaitan, hal itu juga sudah jelas. Bagi seorang Muslim, syaitan adalah musuhnya yang sejati dan abadi. Dalam Alquran Allah SWT bahkan menyebut syaitan itu sebagai ’aduw[un] mubin bagi manusia. Karena musuh, idealnya syaitan harus ditentang, dilawan dan bahkan diperangi. Karena itu, memang aneh jika seorang Muslim malah banyak mentaati ajakan syaitan dan tertipu dengan bujuk-rayunya.
Selanjutnya, terkait dengan syurga dan neraka, itu pun sudah jelas. Syurga adalah balasan bagi para pelaku ketaatan. Neraka diperuntukkan bagi pelaku kemaksiatan. Yang belum jelas adalah wujud fizik surga dan neraka tersebut karena keduanya termasuk dari perkara ghaib. Karena tidak tampak secara  zahir inilah kebanyakan manusia seolah tidak peduli. Akibatnya, mereka banyak melakukan dosa, padahal katanya mereka takut terhadap azab neraka. Sebaliknya, mereka tidak banyak melakukan ketaatan, padahal katanya syurgalah yang mereka rindukan. Memang aneh! Semoga kita tidak demikian. Wama tawfiqi illa billah. [] abi  -sumber mediaummat.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails

terima kasih dariku...

Tajuk-tajuk saya

Menyentuh Hati-Peristiwa Almarhum Ustaz Fadhil Noor

Syuhada Chechen. Mereka telah memilih Syahid.