oleh : Abu Hanan Sabil Arrasyad
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi petunjuk kepadanya. Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan ada di neraka.
Sebagian tokoh kelompok hizbiyin dan tokoh-tokoh partai politik saat ini menjadikan kisah Nabi sebelum mendapatkan wahyu yang biasa dikenal dengan hilful fudhul sebagai dalil koalisi-koalisi yang mereka lakukan dalam demokrasi.
Sebelum menjelaskan bagaimana peristiwa tersebut ana jelaskan apa definisi hilful fudhul secara etimologis : Hilful Fudhul adalah perjanjian yang paling terkenal di dalam sejarah semenanjung Tanah Arab sebelum Islam.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sempat menyaksikan perjanjian ini yang bermula ketika seorang suku kaum Quraisy enggan membayar harga barang yang diambil dari keluarga Zubaid. Keadaan ini mengakibatkan beberapa orang cerdik pandai Mekah menaruh simpati menyebabkan mereka merasakan perlu mengadakan perjanjian Fudhul di kalangan mereka sendiri dengan ikrar akan memberikan semua hak-hak orang lain dengan sempurna.
Bagaimana sebenarnya kisah tersebut? Dan penerapannya yang sebenarnya di dalam Islam?
Bagaimana peristiwa tersebut terjadi?
Ana kutipkan secara ringkas kisah tersebut dari kitab-kitab sirah seperti Ibn Hisyam, Rahiqul Maqhtum Al Mubarakfury, Ibn Ishaq yang menceritakan peristiwa tersebut secara panjang.
"Semasa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berusia sepuluh tahun, terjadi peperangan yang terkenal dengan peperangan Fujjar (peperangan penjahat) karena pelanggaran hukum di bulan-bulan haram, pihak pertama adalah pihak Quraisy dan Kinanah yang kedua adalah Qais bin Illan, kepala kabilah bagi Quraisy dan Kinanah adalah Harb bin Umaiyah karena status beliau yang tinggi di kalangan masyarakat Quraisy serta faktor usia beliau berdua, Kemenangan pun silih berganti antara kedua belah pihak,di awalnya pada pihak Qais bin Ilan kemudian pada pihak Harb bin Umaiyah, yang pada saat itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam turut serta dalam peperangan di mana Beliau menyediakan anak-anak panah bagi bapak dari saudaranya.
Lanjutan dari peristiwa peperangan Al Fujjar, adalah diadakannya satu perjanjian di dalam bulan Zulqaidah. Salah satu bulan haram, pada bulan itu dijemput tokoh kabilah-kabilah Quraisy dari Bani Hasyim,seperti Abu Abdul Mutholib, Asad bin Abdul Uzza, Zuhrah bin Kilab, Taiyim bin Murrah, Kesemuanya itu berkumpul di kediaman Abdullah bin Jadaan Al
Taimy, karena faktor kedudukan yang amat dihormati dan usia beliau di antara mereka semua, di dalam perjanjian tersebut mereka setuju untuk berjanji dan memihak kepada siapa saja yang dianiaya dan dizhalimi dan bertindak kepada penganiaya tersebut, bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan
"perjanjian yang menyenangkan hatiku, lebih dari kesenanganku terhadap unta-unta gemuk, sekiranya setelah Islam datang aku diajak mengadakan persetujuan seperti itu, pasti kusambut dengan baik"
Perjanjian yang menafikan [ARD: meniadakan] semangat kefanatikan jahiliyah yang biasanya timbul dari perasaan ashobiyah kebangsaan atausukuisme (perkabilahan) disebutkan bahwa sebab disepakatinya perjanjian ini adalah lantaran seorang pedagang dari Yaman bernama Zubaid ditipu oleh penduduk Mekkah oleh karena barang dagangan yang dibawa pedagang tersebut telah dibeli oleh Als Ibnu Wail Al Sahmi namun harganya tidak diselesaikan oleh penduduk Mekkah. Ketika pedagang tersebut meminta tolong kepada sekutunya yaitu Abdul Al Dar, Makhzum, Jumah, `Adi,dan para penduduk Mekkah tidak ada seorang pun yang mempedulikannya. Oleh karena itu dia menulis sebuah syair dan membacanya dengan keras, kemudian Al Zubair bin Abdul Muthalib bangun dan bertindak "Apa kalian ini semua bisu? Kemudian dengan hal itu mereka yang telah mengikat janji Hilful Fudhul segera bertindak menemui Al A'as bin Wail dan mengambil barang dagangan lelaki dari yaman tersebut kemudian memulangkan kepadanya, setelah mereka menyepakati perjanjian Al Fudhul Tersebut.
Dari sini kita bisa ambil ibrah [ARD: pelajaran] yang jelas dari peristiwa hilful fudhul di atas, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam semenjak sebelum menjadi Nabi pun telah berusaha memberantas kezhaliman yang beliau sendiri berusaha menjadikan hilful fudhul sebagai salah satu jalan untuk memberantas kezhaliman tersebut. Lantas apa perbedaan hilful fudhul dengan demokrasi yang di sana sebagian alasan para tokoh partai dan kaum hizbiyyun saat ini adalah untuk memberantas kezhaliman dengan berkoalisi dengan orang-orang kafir dan lainnya,
seperti juga Nabi berkoalisi dengan musyirikin Quraisy saat itu?
1. Jawabnya adalah hilful fudhul tidak pernah membahas memperbincangkan hukum bahkan memutuskan atau membuat hukum sebagaimana partai-partai di dalam parlemen membuat dan menyiapkan hukum, yang hal ini jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam di mana pembuat syariat adalah Allah bukan manusia.
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat yang artinya:
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (QS. At-Taubah 9:31)
Kemudian Adi Ibnu Hatim berkata :"Kami tidak beribadah kepada mereka." Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukankah mereka telah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah kemudian kalian pun menghalakannya dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kemudian kalian pun mengharamkannya?" Adi Ibnu Hatim menjawab:" Ya." Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Maka itulah bentuk peribadatan kepada mereka." (HR Ahmad dan Tirmidzi, dan beliau menghasankannya).
2. Hilful fudhul justru memberantas dan menafikan ashobiyah kesukuan dan mengutamakan keadilan untuk memberantas kezaliman, berbeda dengan partai-partai di dalam parlemen demokrasi dengan koalisinya yang malah mengangkat syiar-syiar ashobiyah, kelompok dan memecah belah kesatuan kaum muslimin, dan koalisi yang mereka lakukan kebanyakan adalah koalisi semu yang kemudian mudah bercerai berai.
"Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka berpecah belah.Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti" (QS. Al Hasyr 59:14).
"Dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada para golongan mereka" (QS. Ar Rum 30:31-32)
3. Demokrasi adalah sebuah cara/metode buatan orang kafir dalam pengaturan sistem kenegaraan serta dalam pembuatan dan penerapan hukum/perundang-undangan, yang dianggap baik oleh [ARD: sebagian] kaum muslimin, bukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan taqrir (persetujuannya) seperti yang terjadi pada hilful fudhul ataupun taktik perang parit persia dan baca tulis yang diajarkan para kaum muslimin oleh tawanan-tawanan musyrik saat itu.
"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah 5:50).
"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS. Al-Kahfi 18:103-104).
4. Demokrasi bertentangan dengan Islam dalam koalisinya berbeda dengan hilful fudhul, kebenaran menurut demokrasi adalah sesuatu yang diikuti/disetujui oleh orang banyak, padahal Allah `azza wajalla berfirman:
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS. Al-An'am 6:116)
sedangkan dalam hilful fudhul adalah orang yang terzhalimi harus ditolong, walaupun tidak mengikuti kemauan orang banyak, perhatikan dengan jelas kisah di atas,
"sebab disepakatinya pernjanjian ini adalah lantaran seorang pedagang dari Yaman keluarga Zubaid ditipu oleh penduduk Mekkah oleh karena barang dagangan yang dibawa pedagang tersebut telah dibeli oleh Als Ibnu Wail Al Sahmi namun harganya tidak diselesaikan oleh penduduk Mekkah. Ketika pedagang tersebut meminta tolong kepada sekutunya yaitu Abdul Al Dar, Makhzum, Jumah, `Adi, dan para penduduk Mekkah tidak ada seorang pun yang mempedulikannya"
Lihat mayoritas penduduk Mekkah saat itu tidak memperdulikan pedagang tersebut, namun karena hilful fudhul maka "kemudian Al Zubair bin Abdul Muthalib bangun dan bertindak "Apa kalian ini semua bisu? Kemudian dengan hal itu mereka yang telah mengikat janji Hilful Fudhul segera bertindak menemui Al A'as bin wail dan mengambil barang dagangan lelaki dari yaman tersebut kemudian memulangkan kepadanya, setelah mereka menyepakati perjanjian Al Fudhul Tersebut", lihatlah perbedaan yang nyata antara hilful fudhul dengan koalisi parlemen dalam demokrasi.
5. Hilful fudhul berorientasi kepada keadilan dan memihak kepada pihak yang dizhalimi berbeda dengan koalisi dalam demokrasi yang memihak kepada kepentingan partai-partai yang berkoalisi di dalam parlemen untuk
melanggengkan kekuasaan mereka.
Maka syarat perjanjian dan koalisi di atas demokrasi adalah kebatilan seperti yang Rasulullah shallallahu sabdakan dalam hadistnya :
"Barang siapa membuat persyaratan(perjanjian) yang tidak sesuai dengan kitab Allah, maka syarat tersebut batal walaupun mengajukan seratus persyaratan, karena syarat Allah lebih benar dan lebih kuat" (HR al-Bukhari : kitabul Buyu') (lihat Ibnu Taimiyah ; al-Majmu' al-Fatawa 35/92-97).
Tintamuallimah : Setuju. Demokrasi adalah ciptaan kuffar, bertentangan dengan kehendak syariat dalam menjatuhkan hukum-hukum dan menetapkan peraturan. Parti-parti politik Islam seperti IM, PAS dll di dunia Islam tidak sekali2 beriman dengan demokrasi sekadar menjadikannya peluang yang satu-satunya ada untuk menggerakkan dakwah dan menegakkan hukum-hukum Allah . Mereka sedar pergerakan dakwah melalui demokrasi adalah sangat terbatas dan sebenarnya banyak tidak memihak kepada ummah.Tetapi Koalisi dengan non muslim untuk menentang kezaliman ternyata telah dilaksanakan oleh Rasulullah saw sendiri.
No comments:
Post a Comment
Assalamualaikum pengunjung. Terima kasih atas semua komen-komen anda. Komenlah apa sahaja asalkan tidak tercatat dosa di dalam buku amalan anda(mencarut berdosa tau !).Terima kasih komen yg membina. Terima kasih juga komen yg menjatuhkan. Orang-orang hebat menjadi hebat setelah banyak kali bangun dari banyak kali kejatuhan. Akhirnya ia bangun dan tak jatuh-jatuh lagi.