(Arrahmah.com) – Ibnu Katsir membawakan kisah matinya Musailamah Al-Kadzdzab [1] -semoga Allah melaknatnya- pada Perang Yamamah.
Ketika pasukan muslimin dan pasukan Musailamah Al-Kadzdzab berhadap-hadapan, Musailamah berkata kepada pengikutnya, “Hari ini adalah hari kecemburuan. Jika kalian kalah pada hari ini maka isteri-isteri kalian akan menjadi tawanan dan mereka akan menjadi hamba. Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” [2]
Pasukan muslimin terus maju hingga Khalid naik ke tanah yang lebih tinggi dari Yamamah. Kemudian beliau membahagi pasukannya.
Bendera kaum Muhajirin dipegang oleh Salim maula Abu Hudzaifah. Bendera kaum Ansar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas, sedangkan kabilah Arab yang lain menggunakan bendera sendiri.
Kemudian pasukan kaum muslimin dan orang-orang kafir saling bertempur. Terjadilah pertempuran. Pasukan muslimin dari kabilah Arab yang lain dapat dikalahkan. Kemudian para sahabat saling menegur sesama mereka.
Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Sungguh amat jelek kebiasaan yang kalian berikan kepada rakan kalian.”
Lalu terdengarlah seruan dari segala arah, “Berikanlah jalan keluar kepada kita, wahai Khalid.”
Setelah itu, kelompok Muhajirin dan Ansar masing-masing membentuk kelompok sendiri, juga Al-Barra’ bin Ma’rur. Dahulu, bila ia melihat perang maka ia akan gemetar. Lalu ia akan duduk di atas tunggangannya hingga kencing di seluarnya. Kemudian ia akan menerjang seperti singa.
Adapun Bani Hanifah menjalani pertempuran ini dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Karena itu, para sahabat saling memberikan wasiat di antara sesama mereka. Para sahabat mengatakan, “Wahai penghafal surat Al-Baqarah, hari ini saatnya pahlawan waktu sahur.”
Tsabit bin Qais membuat lubang untuk menanam kedua kakinya di bumi hingga setengah betis setelah ia menyapu ubat pengawet mayat dan mengenakan kafan, dalam keadaan ia memegang panji kaum Ansar. Ia masih terus bertahan hingga terbunuh di lubang itu.
Kaum Muhajrin mengatakan kepada Salim maula Abu Hudzaifah, “Apakah kamu khawatir kita akan ditimpa kekalahan kerana dirimu?” Lalu Salim mengatakan, “Kalau seperti itu yang terjadi maka akulah sejelek-jelek pembawa Al-Quran.”
Zaid bin Al-Khaththab berkata, “Wahai sekalian kaum muslimin, gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham kalian. Teruslah, tebaskan pedang ke arah musuh-musuhmu! Teruslah maju! Demi Allah, aku tidak akan bicara lagi setelah ini hingga Allah mengalahkan mereka, atau aku berjumpa dengan-Nya, lalu aku akan mengajak-Nya bicara dengan alasan-alasanku.” Kemudian ia gugur sebagai syahid, semoga Allah meridhainya.
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai penghafal Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan perbuatan.” Lalu ia terus maju ke tengah pasukan musuh hingga gugur, semoga Allah meredhainya.
Khalid bin Al-Walid terus menyerang hingga melepasi pasukan musuh dan menuju ke arah Musailamah. Ia senantiasa mengintai untuk dapat mencapai Musailamah agar dapat membunuhnya. Kemudian ia berbalik dan berdiri di antara dua pasukan. Dia mencabar musuh dan mengatakan, “Aku adalah putra Al-Walid. Aku adalah putra ‘Amir dan Zaid.”
Kemudian ia mengumandangkan semboyan-semboyan kaum muslimin. Mulalilah ia membunuh setiap pasukan musuh yang berlawan dengannya. Ia juga akan melumat semua musuh yang menghampiri kepadanya. Pasukan muslimin mulai menguasai keadaan. Lalu ia mendekati Musailamah dan menawarkan untuk kembali kepada kebenaran. Akan tetapi, syaitan yang ada pada diri Musailamah terus membisik, sehingga Musailamah tidak mahu menerima tawaran apa pun. Setiap kali Musailamah mencuba melakukan pendekatan, syaitan yang ada padanya selalu memalingkannya. Setelah itu, Khalid meninggalkan Musailamah.
Sebelumnya, Khalid telah membahagi pasukan Muhajirin dan Ansar. Khalid memisahkan kedua pasukan ini dari pasukan muslimin yang berasal dari kabilah Arab yang lain. Beliau juga memisahkan pasukan berdasarkan keturunannya masing-masing. Sehingga setiap pasukan berperang di bawah bendera komando keturunannya. Dengan cara seperti itu, maka akan segera diketahui dari bahagian pasukan yang mana kekalahan menimpa mereka. Sedangkan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih terus bersabar menghadapi keadaan yang sangat genting ini. Mereka sedang berdepan kobaran perang yang belum pernah dihadapi sebelumnya.
Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa maju menerjang leher-leher musuh, hingga Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Orang-orang kafir pun lari tunggang langgang. Namun para sahabat masih terus memerangi sisa pasukan musuh dan menebaskan pedang ke leher-leher mereka. Para sahabat berhasil mendesak pasukan Musailamah di kebun kematian. Hakim Yamamah, yaitu Muhkam bin Ath-Thufail -semoga Allah melaknatnya- telah memberikan isyarat agar pasukan Musailamah memasukinya.
Lalu pasukan Musailamah masuk ke kebun kematian, dan di dalamnya ada musuh Allah, Musailamah. Abdurrahman bin Abu Bakar berjaya mendekati Ath-Thufail dan memanahnya sampai mengenai leher Muhkam dalam keadaan ia sedang berceramah. Abdurrahman berjaya membunuh Muhkam.
Orang-orang Bani Hanifah menutup pintu kebun, namun para sahabat terus mengepung mereka.
Al-Barra’ bin Malik mengatakan, “Wahai pasukan muslimin, lemparkan aku ke arah pasukan musuh di dalam kebun.”
Kemudian, pasukan muslimin menempatkannya di atas perisai, dan mengangkatnya dengan tombak hingga dapat melemparkannya ke arah pasukan musuh melintasi pagar. Al-Barra’ senantiasa memerangi pasukan Musailamah yang berada di dekat pintu, hingga Al-Barra’ berjaya membuka pintu tersebut. Kemudian pasukan kaum muslimin masuk ke dalam kebun, baik melalui atas pagar maupun memecah masuk pintu-pintunya.
Pasukan muslimin terus memerangi orang-orang murtad yang ada di dalam kebun dari kalangan penduduk Yamamah. Kemudian pasukan Islam berjaya menuju ke arah Musailamah -semoga Allah terus melaknatnya-. Ketika itu, ia sedang berdiri di atas pagar yang retak seakan ia adalah unta yang berwarna abu-abu.
Musailamah ingin bersandar karena ia tidak dapat menahan marah. Apabila syaitan dalam diri Musailamah meninggalkannya, keluar buih dari pelipisnya. Lalu Wahsyi bin Harb,maula Jubair bin Muth’im, mendekati Musailamah dan melemparnya dengan tombak kecil. Tombak itu tepat mengenai Musailamah dan tembus pada sisi tubuh yang lain. Abu Dujanah Simak bin Khirasyah bersegera menuju Musailamah dan menebaskan pedang. Musailamah akhirnya tersungkur tewas.
Seorang perempuan berteriak dari arah gedung, “Pimpinan Wadha`ah telah dibunuh oleh seorang budak hitam.”
Jumlah pasukan kafir yang dibunuh di dalam kebun dan di medan perang mendekati angka 10,000 nyawa, dan ada yang mengatakan 21,000. Sedangkan jumlah pasukan Islam yang syahid berjumlah 600 orang, dan ada yang mengatakan 500 orang. Wallahu a’lam.
***
Disadur dari sebuah buku terjemahan yang berjudul “Kisah Kepahlawanan Para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum”, seri 2, cetakan pertama (Jumadil Akhir 1429 H/Juli 2008 M), penerbit: Hikmah Anak Sholih (HAS), Yogyakarta.
***
Catatan kaki :
[1] “Al-Kadzdzab” artinya pembohong besar (pendusta). Musailamah diberi gelar “Al-Kadzdzab” karena sepeninggalan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Musailamah mengaku sebagai seorang nabi. Padahal telah terdapat dalil-dalil sahih yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelah beliau.
- Firman Allah Ta’ala,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapidia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab [33]: 40)
- Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, “Aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi sesudahku.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dengan sanad shahih menurut Muslim)
[2] Ucapan penyemangat ini menunjukkan cita-cita Musailamah yang rendah dan hina, karena di dalamnya dia menyemangati pasukannya untuk berperang bukan untuk Allah tetapi untuk dunia, sebagaimana pada akhir ucapan Musailamah ini, “Oleh karena itu, berperanglah kalian untuk membela kedudukan dan melindungi wanita-wanita kalian.” Adapun kaum muslimin berperang untuk Allah, di jalan Allah, dan dengan pertolongan Allah lah kaum muslimin memperoleh kemenangan.