Baitullah : Rindu yang tak pernah padam

Baitullah : Rindu yang tak pernah padam
Baitullah : Rindu yang tak akan padam hingga ke akhirku...

Saturday, December 17, 2011

Manja Isteri

Tak semua orang suka bunga. Ada yang menganggap bunga sebagai simbol kelemahan: pembuat lalai dan pembunuh keberanian. Mereka pun menjauhi bunga. Tapi, bunga tetap bunga. Harum. Indah. Menawan.
Sulit mengungkapkan kata yang pasti buat suami yang bingung dengan manja sang isteri. Memang, manja buat sesetengah suami bisa menyenangkan dan menyegarkan. Ada dunia lain yang ia masuki. Baru dan menarik. Sesuatu yang baru biasanya menyegarkan.
Tapi, ada sebahagian suami yang tidak suka dengan manja. Ia menterjemahkan manja sebagai kekanak-kanakan, cengeng, kurang tegar, lemah pendirian, dan masih banyak sifat lain. Pokoknya, manja serupa dengan kelemahan. Dan Islam tidak suka dengan kelemahan. Dengan kata lain, Islam benci dengan kemanjaan. Benarkah?
Perasaan itulah yang saat ini menggoyang konsentrasi Gani. Satu tahun sudah bahtera rumah tangganya berlayar. Sebuah waktu perjalanan yang tergolong muda. Bahkan, belum apa-apa. Jangankan samudera, pantai tempat berlabuh pun masih jelas terlihat.
Walau belum jauh, dan ombak belum menjadi gelombang besar, Gani tak mau hilang waspada. Pengalaman membuktikan, tidak sedikit kapal karam di tepian pantai. Bisa salah kemudi sehingga merempuh pantai berkarang, atau kapalnya sudah bocor. Sejauh itukah tafsiran Gani dengan manja isterinya?
Sebenarnya, Gani bingung. Isterinyakah yang tergolong super manja. Atau, ia sendiri yang terlalu kaku dan tegas. Tak pernah terbayang Gani kalau ia akan beristeri seperti itu. Dalam bingkai pandangannya, semua akhwat berjilbab pasti tegas: bicara singkat dan padat, tak boros senyum, pantang merayu. Seperti itulah perkiraan Gani ketika meminang isterinya.
Tapi, dunia nyata ternyata berbeda dengan yang maya. Pandangan bisa mengira, tapi faktalah yang akhirnya bicara. Isteri Gani begitu lembut. Bahkan, teramat lembut. Sungguh di luar jangkauan perkiraan Gani. “Kang, pulangnya jangan malam-malam, ya. Nanti masuk angin. Hati-hati, ya, Yang!” Ungkapan itulah yang tiap hari mengantar kepergian Gani ke tempat kerja. Alunannya begitu merdu.
Pernah juga Gani terlanjur kerja hingga malam. Selepas telefon pejabat berdering, suara merdu sang isteri kembali menari-nari di telinga Gani. “Kang, pulangnya teu kenging malem-malem atuh. Teteh sepi, nih, Kang!” Dan suara senyum renyah pun sayup-sayup terdengar menutup pembicaraan.
Apa yang salah dari manja isteri Gani? Mungkin, sebagian suami sama sekali tidak menganggap itu masalah. Bahkan, mungkin terhibur. Cinta yang mulai lelah pun menjadi segar. Tapi, buat Gani lain. Manja isterinya membuat ia mengukur diri. Ada apa dengan saya?
Seperti itulah keadaan Gani. Sering ia memuhasabah diri. Ini anugerah, atau bentuk teguran dari Allah. Memang, semasa lajang, Gani dikenal teman-temannya begitu tegas. Terutama, terhadap perempuan. Ia akan bicara seperlunya, tanpa basa-basi sedikit pun. Jangankan senyum, pandangan pun cuma sesekali mengarah ke lawan bicara. Ia tidak akan meladeni seorang perempuan yang bicara dengan penuh kreasi. Setiap kali itu menggejala, mulutnya selalu memotong, “Intinya?”
Terus terang, Gani memang tidak suka dengan wanita banyak gaya, kaya basa-basi, dan banyak tingkah. Apalagi bermanja-manja. Nah, sifat itulah yang kini di hadapannya. Bagian dari hidupnya. Dan, mungkin akan menjadi pelengkap hidupnya.
Haruskah ia nyatakan ketidaksukaannya dengan terang-terangan, apa adanya. Seperti yang pernah ia nyatakan ke rakan-rakan wanita di rohis dulu. “Bicara kamu mendayu-dayu amat, kayak sinden kurang sajen.” Seperti itukah teguran Gani ke isterinya? Atau, ia abaikan saja semua manja sang isteri, kemudian memperlihatkan sifat tegas. Toh, lambat laun isterinya akan sedar. Tapi?
Gani mendapat pelajaran baru. Ternyata, memimpin rumah tangga tak semudah memimpin rohis. Bahkan, senat sekali pun. Karena dalam rumah tangga bukan cuma pikiran dan ide yang mesti sama, tegangan rasa pun harus seimbang. Salah menterjemahkan rasa, hubungan bisa koslet berpanjangan.
Gani paham kalau tak mungkin menoktahkan manja isteri dengan kalimat tegas. Walaupun, itu sering ia lakukan semasa kuliah dulu. Kali ini persoalannya lain. Salah-salah bertindak, keharmonisan rumah tangga bisa membeku. Retak. Bahkan, pecah tak karuan.
Mungkin, ada maksud baik di balik manja isteri Gani. Ia ingin mengungkapkan rasa cinta apa adanya. Dan cinta mampu menghias apa pun menjadi lebih indah. Ada hiasan-hiasan cinta isteri yang bisa dipahami suami. Tapi, tidak sedikit yang belum. Atau, bahkan tidak sama sekali.
Nah, adakah manja isteri Gani merupakan bentuk lain dari ungkapan hiasan cinta. Itulah yang mengganggu konsentrasi Gani. Kadang, bayang-bayang negatifnya mengatakan lain. Manja isteri bisa membuat suami takut mati: takut berjuang, putus semangat, dan lemah keberanian. Gimana rasanya kalau suami mau berjihad, sang isteri berpesan lembut, “Kang, barisnya jangan terlalu depan. Nanti kena peluru nyasar!”
Allah telah menciptakan pria dan wanita memang untuk berpasangan. Perbedaan dua jenis manusia itu akan menjadikan hidup lebih dinamis. Ada hal yang tidak mampu dilakukan pria, bisa ditangani wanita. Dan ada sifat-sifat wanita yang justru menjadi pelengkap dari kekosongan sifat pada pria. Mungkin, termasuk manja.
Tapi, Islam juga menakar sesuatu dengan ukuran yang imbang dan wajar. Apa pun kalau berlebihan, akan merusak. Umar bin Khattab pernah menyuruh salah satu puteranya untuk menceraikan isteri karena teramat sangat manja. Umar khawatir, anaknya menjadi penakut dan malas berjihad.
Dan, Gani memang mesti punya sikap. Mana manja yang wajar sebagai ungkapan hiasan cinta. Mana manja yang rawan melunturkan semangat perjuangan. Tentunya, sikap itu mengalir tenang melalui aliran cinta hidup berumah tangga.
Tak semua orang suka bunga. Tapi, dari bungalah buah terlahir. Dari bunga pula, taman menjadi indah, dan seribu satu karya seni tercipta. (muhammadnu@eramuslim.com)

No comments:

Post a Comment

Assalamualaikum pengunjung. Terima kasih atas semua komen-komen anda. Komenlah apa sahaja asalkan tidak tercatat dosa di dalam buku amalan anda(mencarut berdosa tau !).Terima kasih komen yg membina. Terima kasih juga komen yg menjatuhkan. Orang-orang hebat menjadi hebat setelah banyak kali bangun dari banyak kali kejatuhan. Akhirnya ia bangun dan tak jatuh-jatuh lagi.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails

terima kasih dariku...

Tajuk-tajuk saya

Menyentuh Hati-Peristiwa Almarhum Ustaz Fadhil Noor

Syuhada Chechen. Mereka telah memilih Syahid.